Sambas, Kalbar – Realita.Online || Aktivitas tambang emas tanpa izin (PETI) yang diduga kuat berlangsung dalam kawasan konservasi Taman Wisata Alam (TWA) Sungai Tengah, Desa Sebubus, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, kembali menjadi sorotan tajam.
Aktivitas ilegal tersebut tidak hanya merusak ekosistem dan mencemari air bersih, tapi juga memicu kekerasan terhadap jurnalis yang tengah melakukan investigasi.
Pada Jumat, 10 Juni 2025, awak media Yanduri, yang melakukan investigasi atas informasi publik tentang aktivitas tambang ilegal tersebut, menjadi korban pemukulan oleh sekelompok orang yang diduga sebagai bagian dari jaringan pendukung kegiatan PETI di lokasi itu. Salah satu pelaku diduga terkait dengan oknum penambang ilegal berinisial ML yang disebut sebagai “cukong” di wilayah tersebut.
Akibat insiden tersebut, korban melaporkan kejadian pemukulan ke Polsek Sajingan Besar, dengan Tanda Bukti Laporan No. TBL/02/IV/2025/SPKT/POLSEK SAJINGAN BESAR/POLRES SAMBAS/POLDA Kalbar, tertanggal 28 April 2025.
Namun, perkembangan kasus ini menimbulkan keprihatinan. Wakil Ketua Detasemen Dewan Pimpinan Provinsi Kalimantan Barat dari Lidik Krimsus RI mengungkap bahwa kasus tersebut kemudian diambil alih oleh Polsek Paloh, dan berujung pada “penyelesaian damai” yang disebut-sebut dibuatkan dalam bentuk surat oleh pihak kepolisian. Dalam wawancara pada 9 Juli 2025, korban Yanduri mengakui bahwa ia ditekan dan diintimidasi oleh pihak terkait, bahkan diberi uang sebesar Rp2.000.000,- agar mencabut laporan tersebut.
Saya merasa dalam tekanan. Ada ancaman dari pihak penambang. Saya dipaksa berdamai dan diberi uang,” ujar Yanduri saat dikonfirmasi awak media .
Wakil Ketua Lidik Krimsus RI menilai, kasus ini tidak bisa dianggap selesai hanya karena ada surat damai, apalagi jika terjadi di bawah tekanan dan intimidasi, serta menyangkut pelanggaran hukum berat terhadap lingkungan dan kebebasan pers.
Tambang Ilegal (PETI):
Melanggar Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.”
Perusakan Lingkungan Hidup dan Kawasan Konservasi: Melanggar UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Barang siapa merusak kawasan konservasi dapat dipidana paling lama 10 tahun dan denda hingga Rp5 miliar.”
Penganiayaan terhadap Wartawan dan Ancaman terhadap Pers:
Merujuk pada UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, Pasal 18 ayat (1)
Setiap orang yang secara melawan hukum menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik dipidana paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.”
Intimidasi dan Pemaksaan Perdamaian (Potensi Suap & Pemerasan):
Melanggar Pasal 368 KUHP tentang Pemerasan dan Pasal 55 KUHP tentang Penyertaan Tindak Pidana.
Penegakan hukum tanpa kompromi terhadap pelaku PETI dan oknum yang melindungi mereka.
Penyelidikan ulang atas proses damai yang dilakukan dalam tekanan, termasuk dugaan gratifikasi dan pemaksaan pencabutan laporan.
Perlindungan terhadap jurnalis dan LSM lingkungan yang bekerja di lapangan.
Pemerintah daerah dan aparat kepolisian diminta tegas dalam menjaga kawasan konservasi, bukan melindungi pelanggar hukum.
Kejadian ini mencerminkan lemahnya penegakan hukum terhadap tambang ilegal yang merusak hutan dan sungai di Kalimantan Barat. Lebih dari sekadar kekerasan terhadap jurnalis, ini adalah bukti bagaimana jaringan PETI bisa melumpuhkan sistem hukum dan demokrasi lokal. Aparat penegak hukum, termasuk Polda Kalbar dan KLHK, diminta segera turun tangan dan membentuk tim investigasi independen.
( Tim – Red )