Bengkayang, Kalbar
Maklumat tegas Kapolda Kalimantan Barat untuk memberantas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) dan penyelundupan barang dari Malaysia seolah tak bertaring. Di lapangan, kedua aktivitas ilegal ini justru semakin subur dan dilakukan tanpa malu-malu di hadapan aparat.
Pantauan warga memperlihatkan PETI tetap beroperasi di berbagai titik. Alat berat menderu, pasir emas diolah, sementara kerusakan lingkungan dibiarkan menganga. Bukan cuma melanggar hukum, praktik ini juga menggerogoti sumber daya alam dan merugikan negara miliaran rupiah.
Lebih memprihatinkan, jalur penyelundupan barang dari Malaysia diduga menjadi “jalan tol” bagi pelaku. Hampir setiap malam, truk-truk bermuatan barang ilegal melaju mulus melewati sedikitnya enam Polsek dan Polres Bengkayang. Modusnya klise: disamarkan sebagai sembako. Namun anehnya, tak ada penindakan berarti.
Gudang-gudang penampungan barang ilegal berdiri mencolok di tepi jalan hingga pusat Kota Bengkayang. Semua orang tahu, tapi tak satu pun aparat berani menggerebek atau menangkap bandar besarnya.
“Kenapa dibiarkan? Padahal lokasinya jelas, barangnya jelas, dan dampaknya jelas,” sindir seorang warga Bengkayang.
Dampak ekonomi pun terasa keras. Petani lokal mengeluh harga komoditas anjlok akibat banjir produk impor ilegal. Negara rugi, rakyat tercekik.
Pengamat dan praktisi hukum Dr. Herman Hofi Munawar menegaskan, pemberantasan penyelundupan butuh kolaborasi total.
“Tanpa upaya bersama antara pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat, penyelundupan akan terus merusak perekonomian dan kepercayaan publik. Integritas merah putih jangan hanya jadi slogan,” ujarnya.
Ia juga mendorong dinas perdagangan dan perindustrian di daerah aktif mengawasi peredaran barang di pasar-pasar lokal. Menurutnya, pembiaran hanya akan memperkuat jaringan ilegal di perbatasan.
Kini, pertanyaan besar menggantung di tengah masyarakat: apakah aparat benar-benar serius menegakkan maklumat Kapolda, atau justru membiarkan pelanggaran hukum berjalan di depan mata.