Najib: Praktik Kotor Perdagangan Kayu Terungkap di Sekadau: Kayu Ilegal Diduga Dikirim Berkedok Belian, Konsumen Tertipu

Sumber: Muhammad Najib, Div. Humas Perlindungan Konsumen Republik Indonesia Kalimantan Barat
banner 468x60

Sekadau, Kalbar
Dugaan praktik perdagangan kayu ilegal kembali mencuat di Kabupaten Sekadau. Seorang konsumen asal Sintang mengaku tertipu setelah pesanan kayu belian berbentuk balok yang akan digunakan untuk pembangunan jembatan ternyata tiba dalam kondisi tidak sesuai dengan kesepakatan.

Kasus ini berawal dari transaksi antara konsumen dan seorang penjual berinisial Asiong, sosok yang dikenal warga sebagai pemain lama dalam bisnis kayu di wilayah Sekadau. Pengiriman kayu dilakukan oleh seorang pengangkut bernama Burhan, yang sempat terekam kamera saat membawa muatan tersebut ke Sintang.

Bacaan Lainnya

Namun setibanya di lokasi, konsumen mendapati bahwa kayu yang dikirim bukanlah kayu belian, melainkan kayu jenis lain yang kualitasnya tidak layak untuk pekerjaan konstruksi jembatan. Selain itu, tidak terdapat dokumen angkut kayu ataupun Surat Keterangan Sah Hasil Hutan (SKSHH) yang seharusnya menyertai pengiriman kayu legal.

Kondisi tersebut menimbulkan kecurigaan kuat bahwa transaksi itu melibatkan manipulasi jenis kayu sekaligus dugaan peredaran kayu ilegal yang tidak berasal dari jalur distribusi resmi.

Baca Juga :  PT. Anugrah Sehat Indonesia (PT.ASI) Kerja Sama Dengan KONI Kecamatan Pancur Batu Laksanakan Cek Kesehatan Gratis Bagi Masyarakat

Indikasi Pembalakan Liar dan Pelanggaran Regulasi Kehutanan

Kayu belian merupakan jenis kayu bernilai tinggi dan pemanenannya diatur ketat oleh pemerintah. Ketika diperjualbelikan tanpa dokumen resmi, sangat besar kemungkinan kayu tersebut berasal dari:

penebangan di kawasan hutan lindung,

penebangan tanpa izin, atau

praktik distribusi gelap yang tidak membayar penerimaan negara.

Jika dugaan tersebut benar, tindakan ini berpotensi melanggar UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan yang telah diperkuat melalui UU Cipta Kerja 2020.

Pasal-Pasal yang Berpotensi Dilanggar:

1. Pasal 12
Melarang mengangkut atau memperdagangkan kayu tanpa dokumen sah.

2. Pasal 17
Melarang penebangan di kawasan hutan tanpa izin.

3. Pasal 83 ayat (1)
Pelaku dapat dijerat pidana hingga 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp2,5 miliar.

4. Pasal 87 dan 88
Pemberi modal, pemesan, hingga pihak yang menikmati hasil dapat dianggap turut serta melakukan tindak pidana.

Dengan ketentuan ini, penebang, penjual, dan pengirim kayu sama-sama dapat dijerat hukum apabila kayu terbukti tidak memiliki dokumen resmi.

Kronologi: Dari Kesepakatan hingga Persoalan Muncul

Baca Juga :  Diduga Salah Dalam Mengambil Kebijakan Bidan "VN" Melakukan Tindakan Persuasif Mengakibatkan Bayi Yang Dilahirkan Meninggal Dunia

Konsumen menjelaskan bahwa ia memesan kayu belian balok berukuran standar konstruksi. Transaksi harga disepakati dengan Asiong dan pengiriman berjalan sebagaimana direncanakan. Namun saat muatan tiba, ditemukan beberapa kejanggalan serius:

Warna, serat, dan tekstur kayu tidak sesuai kayu belian.

Sebagian balok tampak berasal dari kayu campuran.

Dimensi tidak sesuai standar konstruksi.

Tidak disertai SKSHH atau dokumen angkut lainnya.

Melihat ketidaksesuaian tersebut, konsumen menolak material tersebut dan meminta klarifikasi. Hingga rilis ini disampaikan, baik Asiong maupun Burhan belum memberikan tanggapan resmi.

Desakan Penegakan Hukum

Aktivis lingkungan di Kalimantan Barat menilai kasus seperti ini sering terjadi, terutama di daerah pedalaman yang rawan dijadikan jalur peredaran kayu ilegal. Mereka mendesak aparat penegak hukum untuk:

menelusuri sumber penebangan,

memeriksa legalitas dokumen kayu,

mengusut jaringan perdagangan dari hulu hingga hilir,

menindak tegas para pelaku.

Pembalakan liar bukan hanya merusak ekosistem dan mengancam hutan primer, tetapi juga menimbulkan kerugian negara, kerusakan lingkungan, serta risiko banjir dan longsor yang semakin meningkat.

Pernyataan Resmi LPK RI Kalimantan Barat

Muhammad Najib – Bidang Humas LPK RI Kalbar

Muhammad Najib dari Lembaga Perlindungan Konsumen Republik Indonesia (LPK RI) Kalimantan Barat menyampaikan keprihatinan mendalam atas dugaan kasus ini, sekaligus menegaskan bahwa konsumen memiliki hak dilindungi oleh undang-undang.

Baca Juga :  Musyawarah Koni Kecamatan Belawan Berlangsung Sukses

“Praktik seperti ini jelas merugikan konsumen karena barang yang diterima tidak sesuai spesifikasi. Ini merupakan pelanggaran serius terhadap Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,” ujar Najib.

Najib juga menyebut beberapa pasal yang relevan:

Pasal 8
Pelaku usaha dilarang memproduksi atau memperdagangkan barang yang tidak sesuai standar atau tidak sesuai dengan keterangan yang dijanjikan.

Pasal 16
Pelaku usaha dilarang memberikan informasi yang menyesatkan terkait kualitas, kuantitas, jenis, dan kondisi barang.

Pasal 19
Konsumen berhak mendapatkan ganti rugi atas kerugian yang timbul akibat barang yang tidak sesuai perjanjian.

Najib menambahkan:

“LPK RI Kalbar mendorong aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas dugaan peredaran kayu ilegal ini. Selain melanggar UU Kehutanan, tindakan ini juga merugikan konsumen dan mencederai prinsip perdagangan yang jujur dan bertanggung jawab.”

Kasus ini menjadi alarm penting bagi seluruh pihak—pemerintah, penegak hukum, aktivis, dan masyarakat—untuk memperketat pengawasan peredaran kayu, terutama jenis bernilai tinggi seperti kayu belian. Jika praktik ilegal seperti ini dibiarkan, kerusakan hutan akan semakin parah, konsumen terus dirugikan, dan negara kehilangan potensi penerimaan yang besar.

Pos terkait