Warga Senutul Pikul Papan Tulis Digital Empat Jam Menuju Sekolah: Ironi Teknologi Modern di Tengah Infrastruktur Prasejarah

Sumber: Tim Investigasi - Aris-GAPERTA.ID
banner 468x60

Sanggau, Kalbar
Di tengah gencarnya program digitalisasi sekolah yang digaungkan pemerintah, realitas berbeda justru terlihat di perbatasan Indonesia. Warga Dusun Senutul, Desa Suruh Tembawang, Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau, harus memikul papan tulis digital secara manual menuju SDN 15 Senutul.(06 Des 2025)

Proses pengangkutan perangkat modern tersebut memakan waktu sekitar empat jam dengan berjalan kaki menyusuri medan ekstrem.

Bacaan Lainnya

Foto yang beredar memperlihatkan dua warga memanggul papan tulis digital sepanjang lebih dari dua meter, dibalut plastik pelindung, menggunakan sebatang kayu besar sebagai alat pikul. Mereka melangkah hati-hati di jalur tanah yang licin, sempit, dan tergerus air, dengan jurang curam mengintai di sisi jalan. Akses yang belum tersentuh pengerasan membuat kendaraan apa pun mustahil masuk ke wilayah tersebut, terutama saat musim hujan.

Baca Juga :  APH Dipinta Telusuri Perincian Aliran Dana Bos SMAN I Dolok Anggaran Tahun 2023

“Kami tidak punya pilihan. Jalan rusak parah, motor saja tidak bisa lewat. Jadi terpaksa dipikul sampai ke sekolah,” ujar salah satu warga yang ikut membantu mengangkut peralatan tersebut. Bagi warga Senutul, perjuangan semacam ini bukan hal baru. Hampir semua barang kebutuhan, mulai dari bahan bangunan hingga peralatan sekolah, harus dibawa secara manual.

Keadaan ini menciptakan ironi besar: teknologi pendidikan modern telah masuk, tetapi akses menuju sekolah masih berada pada kondisi yang sangat tertinggal. SDN 15 Senutul, yang melayani anak-anak dari dusun terpencil, kini memiliki perangkat digital untuk mendukung pembelajaran. Namun tanpa infrastruktur jalan yang memadai, pemanfaatan fasilitas tersebut tidak akan optimal.

Baca Juga :  "Dana BOS SMAN 3 Jambi Diduga Diselewengkan, Jurnalis Buru Klarifikasi ke Dinas Pendidikan – Kepala Dinas dan Kabid 'Tak Bisa Ditemui'!"

Kondisi jalan yang berlumpur dan rawan longsor bukan hanya menghambat distribusi sarana pendidikan, tetapi juga berdampak luas pada aktivitas masyarakat. Warga harus berjibaku saat membawa hasil kebun, mengakses layanan kesehatan, dan memenuhi kebutuhan harian. Situasi darurat seperti warga sakit atau ibu melahirkan bahkan bisa berubah menjadi ancaman serius karena sulitnya transportasi keluar masuk dusun.

Tokoh masyarakat setempat berharap pemerintah tidak hanya mengirim sarana pendidikan, tetapi juga memastikan hadirnya infrastruktur yang memungkinkan fasilitas itu digunakan secara efektif. “Kami bersyukur sekolah mendapat bantuan, tapi tanpa jalan yang bagus, semuanya tetap sulit. Anak-anak kami punya hak untuk belajar seperti siswa di kota,” ungkap seorang warga lainnya dengan nada harap.

Baca Juga :  Dugaan Korupsi MARK UP Harga Buku Dana BOS Tahun 2023 di Kabupaten Sanggau

Peristiwa memikul papan tulis digital ini menjadi cerminan tegas bahwa pemerataan pembangunan masih jauh dari tuntas. Ketika teknologi modern melangkah cepat, beberapa wilayah di garis depan negeri masih tertatih menghadapi kenyataan akses jalan yang bahkan tak layak disebut sebagai jalur transportasi.

Masyarakat Senutul kini menanti perhatian nyata pemerintah—bukan sekadar bantuan teknologi, tetapi pembangunan akses jalan yang mampu membuka isolasi mereka. Karena tanpa itu, perjuangan warga akan terus berulang, dan anak-anak di perbatasan masih harus menempuh pendidikan dalam ketidaksetaraan yang mencolok.

Pos terkait