Dugaan Pungli Oknum Karang Taruna Cibuntu Seret Nama Lembaga Desa

banner 468x60

Kabupaten Bekasi, Realita.online – Kasus dugaan pungutan liar (pungli) yang menyeret nama oknum Karang Taruna Desa Cibuntu, Kecamatan Cibitung, Kabupaten Bekasi, semakin menjadi sorotan publik, 16 Oktober 2025.

Hal itu mencuat setelah beredarnya dokumen surat dan kwitansi bertanda tangan yang mencantumkan penerimaan uang sebesar Rp13.200.000 dari pihak PT Luas Semesta Abadi, perusahaan yang tengah mengerjakan proyek di area Gudang Uniland, Cibuntu.

Dalam dokumen yang beredar, disebutkan bahwa dana tersebut merupakan bentuk “kerjasama penanganan keamanan dan kompensasi lingkungan” dengan pembagian kepada sejumlah pihak seperti Karang Taruna, BUMDes, LPM, RT, RW, tokoh masyarakat, ormas, Koperasi Merah Putih, Bimaspol, Babinsa, tokoh pemuda hingga media.

Namun, terdapat kejanggalan karena total dana dalam daftar mencapai Rp15 juta, sementara dalam kwitansi hanya tercantum Rp13.200.000.

Surat permohonan itu tertanggal 6 Agustus 2025, bernomor 003/KT-CIBUNTU/VII/2025, dan ditandatangani oleh Ketua Karang Taruna Desa Cibuntu. Dalam surat tersebut, Karang Taruna mengajukan kerjasama kepada PT Luas Semesta Abadi untuk mendukung keamanan lingkungan selama proyek berlangsung.

Baca Juga :  BKPK Kabupaten Bekasi Melaporkan DH ke Mendagri

Namun, Pihak Desa dan Lembaga Resmi Mengaku Tidak Tahu.

Menanggapi hal tersebut, PJ Kepala Desa Cibuntu, Mawardi, menegaskan bahwa pihaknya tidak mengetahui adanya surat itu dan tidak pernah menerima tembusan resmi dari Karang Taruna.

“Terkait surat yang beredar itu saya tidak mengetahui, tidak ada surat tembusan ke desa. Jadi terkait masalah ini, pihak desa tidak mengetahui,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua BUMDes dan LPM Desa Cibuntu, yang namanya tercantum dalam daftar penerima dana kompensasi, juga mengaku tidak pernah menerima dana sebagaimana tertulis dalam dokumen.

“Berarti Karang Taruna care sama teman-teman, sudah mencantumkan nama lembaga kami, walaupun kami tidak pernah menerima uang tersebut,” ujar Ketua BUMDes yang akrab disapa Lepay.

LSM dan AKPERSI Soroti Dugaan Pungli

Ketua LSM Krops Indonesia Muda (KIM) DPC Kabupaten Bekasi, Devied, turut menyoroti dugaan pungli tersebut. Menurutnya, isi surat yang menyebut adanya kompensasi keamanan menjadi janggal karena melibatkan lembaga resmi desa seperti BUMDes.

Baca Juga :  Pengedar Obat Tramadol dan Eksimer Dilaporkan Ke Polsek Cikarang

“Kalau di situ disebut untuk keamanan, kenapa ada BUMDes. Dan seharusnya surat seperti ini diketahui atau disetujui oleh kepala desa,” tutur Devied.

Ia juga menilai praktik seperti ini bisa berdampak negatif terhadap dunia usaha di Kabupaten Bekasi.

“Kalau hal seperti ini dibiarkan, nanti para pengusaha bisa pindah dari Kabupaten Bekasi karena merasa sering dipinta uang. Apalagi ini ada kwitansinya, jadi bukan sekadar isu,” tambahnya.

Sementara itu, Subur selaku Ketua Asosiasi Keluarga Pers Indonesia (AKPERSI) DPC Kabupaten Bekasi, menilai dugaan pungli tersebut mencoreng nama baik lembaga masyarakat dan menuntut agar aparat segera mengambil tindakan tegas.

“Kalau benar ada oknum yang mencatut nama lembaga desa untuk meminta uang kepada pihak proyek, itu sudah mencederai kepercayaan publik. Aparat harus turun tangan dan memeriksa kebenarannya,” ujar Subur.

Baca Juga :  Mustakim, SH: Pemerintah Harus Punya Grand Design Pembangunan yang Jelas dan Tepat Sasaran

Dirinya juga menambahkan, praktik semacam ini bisa menghambat iklim investasi dan menurunkan kepercayaan terhadap lembaga sosial desa.

“Kita semua mendukung sinergi antara masyarakat dan pengusaha, tapi bukan dengan cara seperti ini. Transparansi dan izin resmi dari pemerintah adalah hal utama,” tegasnya.

Aparat Diminta Segera Telusuri Kasus ini.

Kasus ini, kini menjadi perhatian berbagai pihak, termasuk tokoh masyarakat dan pemerhati kebijakan publik di Kabupaten Bekasi. Mereka berharap aparat pemerintah maupun penegak hukum segera menelusuri kebenaran dokumen tersebut.

Jika benar terjadi, tindakan meminta uang tanpa dasar hukum bisa dikategorikan melanggar Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menegaskan larangan bagi siapa pun yang memanfaatkan jabatan atau kedudukan untuk meminta atau menerima uang tanpa izin resmi dari pemerintah.

Pos terkait