Pontianak, Kalbar
Najib, selaku Divisi Humas Lembaga Perlindungan Konsumen Republik Indonesia (LPK RI) Kalimantan Barat, menyampaikan keprihatinannya terhadap dampak penerapan Peraturan Wali Kota (Perwako) Pontianak tentang pembatasan jam operasional truk tronton dan trailer di wilayah Kota Pontianak.
Saat ditemui sejumlah awak media pada Sabtu, 18 Oktober 2025, Najib menuturkan bahwa kebijakan yang bertujuan untuk mengurangi kemacetan dan meningkatkan keselamatan lalu lintas tersebut ternyata menimbulkan dampak negatif yang cukup signifikan terhadap sektor logistik dan ekonomi lokal.
“Evaluasi awal menunjukkan adanya peningkatan biaya operasional, gangguan rantai pasok, serta potensi kerugian ekonomi bagi para pelaku usaha,” ujar Najib.
Dampak Negatif yang Teridentifikasi
Najib menjelaskan bahwa sejak pemberlakuan Perwako tersebut, muncul sejumlah persoalan yang perlu segera diatasi.
Berdasarkan laporan dan keluhan dari berbagai pihak, beberapa dampak negatif yang teridentifikasi antara lain:
Peningkatan Biaya Operasional:
Pembatasan jam operasional membuat truk harus beroperasi di luar jam sibuk, yang sering kali memperpanjang waktu tempuh dan meningkatkan konsumsi bahan bakar. Biaya operasional dilaporkan naik sekitar 15–20%.
Gangguan Rantai Pasok:
Pembatasan waktu pengiriman menimbulkan keterlambatan distribusi barang, yang mengganggu rantai pasok dan berpotensi menimbulkan kekurangan stok di pasar.
Penurunan Pendapatan Sopir:
Para sopir truk mengalami penurunan pendapatan akibat berkurangnya jam kerja, yang dikhawatirkan akan berdampak pada kesejahteraan mereka.
Potensi Kerugian Ekonomi:
Jika permasalahan ini tidak segera diatasi, dikhawatirkan dapat menurunkan daya saing produk lokal dan merugikan perekonomian Kota Pontianak secara umum.
Tanggapan dari Berbagai Pihak
Pengusaha Transportasi:
“Kami memahami tujuan pemerintah untuk mengurangi kemacetan, tetapi aturan ini justru membebani kami dan menghambat aktivitas ekonomi. Kami berharap ada solusi yang lebih bijaksana,” ungkap salah satu pengusaha transportasi berinisial A.
Sopir Truk:
“Kami kehilangan banyak pendapatan karena jam kerja yang dibatasi. Kami berharap pemerintah mempertimbangkan kembali peraturan ini,” ujar A, sopir truk yang telah lama beroperasi di Pontianak.
Pedagang:
“Kami sering kekurangan stok karena pengiriman terlambat. Ini jelas merugikan kami,” kata BD, seorang pedagang di salah satu pasar di Kota Pontianak.
Tuntutan dan Rekomendasi
Mengingat dampak negatif yang terjadi, berbagai pihak mendesak Pemerintah Kota Pontianak untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap Perwako tersebut.
Beberapa rekomendasi yang diajukan antara lain:
Peninjauan Kembali Jam Operasional:
Menyesuaikan waktu operasional agar tetap memperhatikan kepentingan sektor logistik dan pelaku usaha tanpa mengabaikan aspek keselamatan.
Pencarian Solusi Alternatif:
Mengutamakan solusi lain untuk mengurangi kemacetan, seperti peningkatan infrastruktur jalan dan pengaturan lalu lintas yang lebih efisien.
Dialog Terbuka dengan Pelaku Usaha:
Pemerintah diharapkan melibatkan pelaku usaha dan masyarakat terdampak dalam proses evaluasi kebijakan, agar keputusan yang diambil benar-benar berpihak pada kepentingan bersama.
Upaya Konfirmasi ke Pemerintah Kota Pontianak
Sebagai bentuk penerapan prinsip cover both sides dalam pemberitaan, tim awak media juga telah berupaya menghubungi Wali Kota Pontianak, Ir. H. Edi Rusdi Kamtono, M.M., M.T., melalui pesan WhatsApp untuk meminta tanggapan dan klarifikasi terkait pemberlakuan Perwako tersebut.
Namun hingga berita ini diterbitkan, belum ada jawaban resmi dari pihak Wali Kota.
(Tim Redaksi)