Pasar Legendaris Jakarta di Ambang Senja: Sepi, Tergerus Zaman, dan Menanti Uluran Tangan

Pasar Baru/Jakarta Pusat
banner 468x60

Jakarta, Realita.OnLine – Sabtu (5 Juli 2025), Kejayaan sejumlah pasar legendaris di Jakarta, seperti Pasar Baru, Pasar Gembrong, hingga Pasar Ular, kini tinggal kenangan. Dahulu menjadi pusat denyut ekonomi rakyat, kini pasar-pasar itu tampak hidup segan mati tak mau, perlahan kehilangan napas di tengah gempuran zaman.

Pasar Ular

Pasar Baru di Jakarta Pusat, misalnya, yang dulu dikenal sebagai destinasi belanja utama ibu kota, kini sepi pengunjung. Aktivitas jual beli yang dulu bergeliat nyaris tak terdengar. Banyak ruko tutup, bahkan dijual atau disewakan, tanda bahwa para pedagang mulai angkat tangan.

Baca Juga :  Wagub Krisantus Turun ke Lapangan: Gudang Oli Palsu di Kubu Raya Tetap Dijaga Ketat hingga Penyidikan Tuntas

“Kalau tidak buka, siapa yang mau bayar listrik, sewa, gaji karyawan? Tapi pembeli makin sedikit. Yang bertahan cuma yang sudah lama dan punya pelanggan tetap,” ujar Rudi (46), pemilik toko sepatu kulit, saat ditemui pada Rabu (4/6/2025).

Pasar gembrong, istananya mainan anak-anak

Kondisi serupa juga disampaikan oleh Sandra (46), petugas keamanan di kawasan tersebut. Menurutnya, pandemi Covid-19 menjadi titik balik keterpurukan Pasar Baru. Dari lebih dari 100 unit ruko yang ada, sebagian besar kini tutup dan hanya hidup musiman saat Ramadan atau hari besar lainnya.

Baca Juga :  Proyek Pembangunan Pengaman Pantai di Ketapang Terbengkalai, Warga dan Aktivis Soroti Dugaan Wanprestasi

“Department store sekarang cuma buka sebulan saat Ramadan. Yang lain malah sudah tutup total sejak Covid-19,” jelasnya.

Baharu (59), pedagang uang kuno yang sudah berjualan sejak 1985, juga merasakan dampak serupa. Ia tetap bertahan meski dagangannya kini hanya laku sesekali.

Baca Juga :  Polres Simalungun Tindak Lanjuti Kasus Penemuan Mayat Remaja di Perdagangan, Sampel dan Barang Bukti Dibawa ke Labfor Polda Sumut

“Kalau sebelum Covid-19, setiap hari pasti ada yang beli. Sekarang, bisa empat hari enggak laku,” katanya. “Tapi saya tetap bertahan karena ini bukan sekadar dagangan, ini pelestarian budaya. Saya cinta sejarah.”

Kini, pasar-pasar yang dulu jadi ikon peradaban kota menanti intervensi dari pemerintah, revitalisasi yang tak sekadar fisik, tapi juga identitas. Tanpa itu, pasar legendaris Jakarta mungkin hanya akan tinggal dalam cerita.

Pos terkait