PETI Marak di Lintang Kapuas: Dugaan Kolaborasi Mafia Solar Subsidi dan Oknum Aparat, Penegakan Hukum Dipertanyakan

banner 468x60

 

Sanggau, KalbarRealita.Online // Aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di aliran Sungai Kapuas, tepatnya di Dusun Jeranai, Desa Lintang Kapuas, Kabupaten Sanggau, kembali memicu kekhawatiran publik. Sedikitnya sembilan lanting bermesin besar terlihat masih bebas beroperasi, tanpa hambatan dari aparat maupun pemerintah setempat, meskipun larangan terhadap PETI telah berulang kali ditegaskan.

Bacaan Lainnya

Lebih memprihatinkan, sumber bahan bakar mesin-mesin tersebut diduga kuat berasal dari penyaluran ilegal Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi jenis Bio Solar, yang semestinya diperuntukkan bagi sektor nelayan, petani, dan transportasi publik. Indikasi ini menguatkan dugaan adanya kolaborasi sistematis antara pelaku PETI dan jaringan mafia solar subsidi, termasuk keterlibatan oknum aparat dan pejabat desa.

Baca Juga :  Polsek Meranti Laksanakan Patroli Rutin

“Solar subsidi dijual ke para pemilik lanting PETI lewat pengepul. Semua sudah seperti jaringan. Apakah ini dibiarkan?” ujar salah seorang warga setempat yang enggan disebutkan namanya, Senin (28/7).

Aktivitas PETI di wilayah Lintang Kapuas berlangsung tanpa pengawasan yang berarti, bahkan setelah Pemerintah Kabupaten Sanggau mengumumkan pembentukan tim terpadu penertiban PETI pada awal tahun. Namun hingga kini, belum ada informasi lanjutan mengenai hasil kerja tim tersebut di lapangan.

Hal ini memunculkan dugaan bahwa tim tersebut hanya dibentuk sebagai formalitas. “Kami melihat lanting tetap beroperasi siang malam. Sungai makin keruh, makin dangkal. Mana pemerintah?” ujar warga lainnya dengan nada kecewa.

Dari pantauan lapangan, PETI di daerah ini mengoperasikan mesin-mesin berkapasitas besar, yang lazimnya digunakan untuk industri berat. Dampaknya bukan hanya pendangkalan sungai dan rusaknya ekosistem air, tapi juga potensi pencemaran merkuri dan zat berbahaya lain yang dapat berdampak pada kesehatan masyarakat.

Baca Juga :  Tambang Ilegal di Sepauk Jalan Terus, Penegak Hukum Tutup Mata atau Sengaja Membiarkan?

Aktivitas PETI yang menggunakan solar subsidi untuk keperluan industri tambang ilegal berpotensi melanggar sejumlah undang-undang, antara lain:

Pasal 55 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, yang menyebut bahwa penyalahgunaan BBM bersubsidi untuk kepentingan yang tidak sesuai peruntukannya dapat dipidana hingga 6 tahun penjara dan denda Rp60 miliar.

UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mengatur larangan melakukan perusakan lingkungan tanpa izin dan AMDAL.

UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), yang secara tegas melarang aktivitas pertambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Baca Juga :  Pemkab Aceh Tenggara: "Pengembangan UMKM dan olahraga sehat, prioritas pemerintah"

Jika terbukti adanya aliran dana atau perlindungan dari oknum aparat atau pejabat publik, maka hal ini dapat masuk dalam kategori tindak pidana korupsi sesuai UU No. 31 Tahun 1999 junto UU No. 20 Tahun 2001.

Sejumlah pemerhati lingkungan dan aktivis hukum menyerukan evaluasi menyeluruh terhadap peran pemerintah daerah, aparat penegak hukum, serta otoritas distribusi BBM subsidi di wilayah Kalimantan Barat.

“Jika negara kalah oleh tambang ilegal, maka yang dirugikan bukan hanya lingkungan, tapi juga generasi masa depan,” ujar Aktivis lingkungan dari Forum Peduli Lingkungan Aktivis98.

Pemerintah pusat dan aparat penegak hukum, termasuk Kementerian ESDM, BPH Migas, KLHK, dan Polri, didesak untuk turun langsung ke lokasi dan membongkar dugaan jaringan mafia yang melibatkan PETI dan distribusi solar subsidi ilegal di Sanggau.

Laporan : Peru Tim Investigasi

Pos terkait