Pungli Berkedok Pers di Ketapang: Masyarakat Resah, Pengamat Desak Penertiban KTA dan Penegakan UU Pers

banner 468x60

 

Ketapang, KalbarRealita.Online // Setelah publik dikejutkan oleh kasus pemukulan seorang wartawan oleh pekerja tambang emas ilegal (PETI) di Ketapang yang memicu demonstrasi di Mapolres Ketapang, kini masalah lain mencuat: dugaan maraknya praktik pungutan liar (pungli) oleh oknum-oknum yang mengaku sebagai wartawan di Kecamatan Sandai, khususnya di beberapa Desa.

Bacaan Lainnya

Sejumlah warga menyatakan keresahan terhadap keberadaan pihak-pihak yang membawa identitas media namun justru melakukan intimidasi dan pemerasan terhadap pekerja kecil, terutama pengumpul barang bekas atau rongsokan. Mereka menuding masyarakat tidak memiliki izin pengelolaan limbah sebagai dalih untuk meminta sejumlah uang.

Baca Juga :  Kasus Tangkapan Unit Truk Serta Ribuan Keping Kayu Olahan Sawmil ,Tanpa Dokumen Diamankan Krimsus Polda Kalbar, Diduga Pelaku Berinisial SM Bebas Melenggang Tanpa di Tahan,Ada Apa Dengan Kinerja Polda Kalbar ?

Setiap minggu selalu ada yang datang, ngaku wartawan. Mereka bilang saya melanggar aturan karena tidak punya izin limbah. Kalau sudah dikasih uang, baru mereka pergi. Bulan depan datang lagi,” ujar M. Salim, pengumpul barang bekas di warga Sandai , kepada wartawan, Jumat (13/6).

Hal serupa dialami Sardi, warga lain yang membenarkan pola dugaan pungli tersebut menyasar hampir seluruh pekerja informal di wilayahnya. Ia mengaku masyarakat Sanadi semakin resah karena tidak tahu harus melapor kepada siapa.

Kami bingung mau lapor ke mana. Mereka bawa kartu wartawan atau LSM, tapi kerjaannya minta uang. Kalau tidak ditindak, kasihan wartawan yang betulan kerja profesional, nama mereka rusak oleh ulah oknum,” ujar Sardi.

Fenomena ini menyingkap masalah serius di lapangan: banyaknya kartu tanda anggota (KTA) pers beredar tanpa mekanisme verifikasi ketat. Oknum dapat dengan mudah mencetak KTA dari lembaga media abal-abal atau tidak terdaftar di Dewan Pers. Ini membuka ruang penyalahgunaan, termasuk pungli, pemerasan, hingga mencederai citra jurnalisme yang kredibel.

Baca Juga :  Kekerasan Terhadap Jurnalis di Bengkayang: Polisi Diminta Bertindak Tegas

Dr. Hartono Prasetya, pakar hukum media dari Universitas Indonesia, menegaskan bahwa berdasarkan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, wartawan wajib tunduk pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan harus bekerja di bawah naungan perusahaan pers berbadan hukum yang terdaftar di Dewan Pers.

Jika seorang individu mengaku wartawan tapi tak menjalankan fungsi pers yakni menyampaikan informasi berdasarkan verifikasi, berimbang, dan faktual maka dia bukan wartawan, melainkan pelanggar hukum,” jelas Hartono.

Ia juga menambahkan, dalam konteks hukum pidana, tindakan pungli yang dilakukan dengan menyalahgunakan atribut pers dapat dikategorikan sebagai pemerasan atau penipuan sesuai Pasal 368 dan 378 KUHP.

Baca Juga :  Aroma Rekayasa Dibalik Aksi Demonstrasi Kepada NPCI Kabupaten Bekasi

Munculnya persoalan ini menjadi peringatan keras bagi seluruh elemen pengawas pers di Indonesia, khususnya Dewan Pers dan aparat penegak hukum (APH). Penertiban dan verifikasi KTA harus dilakukan secara menyeluruh, termasuk tindakan hukum terhadap oknum yang terbukti menyalahgunakan identitas kewartawanan untuk mencari keuntungan pribadi.

Asosiasi Jurnalis Independen Kalbar (AJIK) turut mengecam praktik-praktik seperti ini. Dalam pernyataan resminya, AJIK mendesak kepolisian segera menindak oknum-oknum yang merusak integritas profesi jurnalistik.

Jurnalisme bukan alat untuk mengancam rakyat kecil. Ini bentuk penyalahgunaan profesi yang harus ditindak. Kalau dibiarkan, kepercayaan publik terhadap media akan hancur,” tulis AJIK dalam rilisnya.

 

Sumber : Masyarakat Kecamatan Sandai Sardi dan Beberapa lainnya

Pos terkait