Sertifikat Warga Hilang, AKPERSI Desak BPN Audit Program PTSL Desa Sukamulya

banner 468x60

Kabupaten Bekasi, Realita.online – Aroma dugaan permainan dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Desa Sukamulya, Kecamatan Sukatani, Kabupaten Bekasi, kembali menyeruak. Kasus yang membelit seorang warga bernama Arsikem seolah menjadi potret buram pelaksanaan program nasional yang mestinya memudahkan masyarakat memperoleh sertifikat tanah secara gratis, cepat, dan transparan.

Alih-alih mendapatkan kepastian hukum, keluarga Arsikem justru terjebak dalam pusaran polemik administrasi yang tak kunjung selesai sejak tahun 2022.

Satu Bidang Tanah dua Kali Muncul di Data PTSL. Andri, anak dari Arsikem menceritakan kejanggalan yang ditemuinya kepada awak media.

“Orang tua saya mengajukan sertifikat melalui program PTSL sejak 2022, tapi sampai sekarang nggak pernah keluar. Setelah saya telusuri, ternyata berkas yang sama muncul lagi di tahun 2024 dan dinyatakan tumpang tindih. Padahal, berkas 2022 katanya sudah jadi dan sudah ada surat ukurnya,” ungkap Andri dengan nada kecewa, Jumat (17/10/2025).

Ia menuturkan, panitia PTSL Desa Sukamulya terkesan menutupi informasi dan tidak kooperatif.

Baca Juga :  Reskrim Polsek Sukatani Dinilai Lamban dalam Proses Kembangkan Perkara Pencurian

“Setiap saya tanya, nggak ada yang bisa kasih jawaban pasti. Selalu lempar tanggung jawab ke pihak lain. Ada apa ini sebenarnya?” tegasnya.

Menurut penelusuran Andri, alas hak tanah berupa kuitansi jual beli atas nama Ibu Romlah digunakan untuk tujuh bidang tanah yang sama, masing-masing atas nama Alimah, Armanah, Arsim, Nawawi, Tarmah, Ratnasari, dan Arsikem.

“Enam nama lain sudah terbit sertifikatnya, hanya Arsikem yang belum. Semua persyaratan sama, tapi kenapa cuma satu yang ditahan?” katanya heran.

Jejak Aneh dan Dugaan Penyerahan Sertifikat di Rumah Oknum.

Tak tinggal diam, Andri berupaya menelusuri kasus ini hingga ke Kepala Desa Sukamulya, Suardi, untuk meminta penjelasan.

“Iya, nanti akan kami telusuri lagi. Saya coba koordinasi dengan panitia PTSL sebelumnya,” jawab Suardi singkat saat dikonfirmasi.

Langkah penelusuran berlanjut ke Kantor Pertanahan (BPN) Kabupaten Bekasi, di mana Andri bertemu dengan Rian, tim yuridis PTSL Desa Sukamulya.

“Berkas atas nama Arsikem memang tumpang tindih antara tahun 2022 dan 2024. Sekarang sedang kami proses pembatalan. Bisa ajukan lagi di program berikutnya atau lewat pendaftaran mandiri. Kemungkinan besar sertifikat 2022 ada di tangan panitia desa waktu itu,” ujar Rian.

Baca Juga :  DPD AWIBB Jawa Barat Hadirkan Kantor Hukum Fortuna & Zevanna Law Office Untuk Masyarakat 

Pernyataan ini membuat publik tercengang. Jika benar sertifikat tahun 2022 sudah jadi, lalu mengapa tidak diserahkan kepada pemohon.

Dugaan semakin menguat bahwa ada oknum panitia desa yang menyimpan atau bahkan menyerahkan sertifikat secara tidak resmi di luar prosedur, sebab enam sertifikat lain disebut-sebut tidak diambil di kantor desa maupun BPN, melainkan di rumah salah satu pegawai desa.

AKPERSI Angkat Bicara, ‘Jangan Ada yang Berlindung di Balik Program Nasional”.

Menanggapi kisruh tersebut, Subur, Ketua DPC Asosiasi Keluarga Pers Indonesia (AKPERSI) Kabupaten Bekasi, ikut angkat suara. Ia menilai kasus ini mencerminkan lemahnya pengawasan dalam pelaksanaan PTSL di tingkat desa.

“Kalau satu warga terkatung-katung sejak 2022 sementara yang lain lancar, itu sudah cukup alasan untuk curiga ada permainan. Jangan ada yang berlindung di balik nama program nasional,” tegas Subur.

Baca Juga :  POKMASLH Pertanyakan Status Hibah dan Bantuan PT. CAI Kepada Pemdes Karang Sentosa

Subur mendesak BPN Kabupaten Bekasi bersama Inspektorat Daerah untuk turun langsung melakukan audit dan investigasi terbuka terhadap panitia PTSL Desa Sukamulya tahun 2022 dan 2024.

“Kami minta penelusuran total. Kalau memang ada unsur manipulasi data, penahanan berkas, atau penggelapan sertifikat, itu sudah masuk ranah pidana. Harus dibuka ke publik,” ujarnya.

Ia juga menegaskan bahwa AKPERSI siap mengawal kasus ini hingga ke aparat penegak hukum jika terbukti ada pelanggaran.

“Kami tidak ingin masyarakat terus jadi korban. Program PTSL itu hak rakyat, bukan ladang bancakan bagi oknum. Bila perlu, kami akan bawa temuan ini ke ranah hukum,” tandas Subur.

Kasus Arsikem kini menjadi ujian bagi komitmen pemerintah dalam menegakkan prinsip transparansi dan akuntabilitas di program PTSL. Publik menanti langkah konkret BPN dan pemerintah daerah — apakah memilih menutup mata, atau benar-benar menindak siapa pun yang bermain di balik sertifikat rakyat.

Pos terkait