Proyek SPAM 3 Desa Lembah Bawang Diduga Sarat Masalah Kinerja dan KKN: Pemkab Bengkayang di minta Bertanggung Jawab

Sumber: Masyarakat Lembah Bawang, Kabupaten Bengkayang
banner 468x60

Bengkayang, Kalbar
Sorotan publik dan investigasi media mengungkap kegagalan serius pelaksanaan Proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di tiga desa (Desa Papan Uduk, Godang Damar, dan Saka Taru), Kecamatan Lembah Bawang, Kabupaten Bengkayang.

Proyek senilai Rp10.366.442.000 (sepuluh miliar tiga ratus enam puluh enam juta empat ratus empat puluh dua ribu rupiah) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ini diduga bermasalah mendalam, mulai dari ketidakoptimalan kinerja, indikasi penyelewengan (KKN), hingga potensi kerugian keuangan negara.

Bacaan Lainnya

FAKTA DI LAPANGAN:

1. Distribusi Tidak Merata & Manfaat Tidak Optimal: Di Desa Godang Damar, khususnya Dusun Jenang, sejumlah rumah warga sama sekali belum teraliri air bersih, meskipun proyek telah berjalan dan kontrak berakhir pada 19 Desember 2025. Hal ini menandakan kegagalan fundamental dalam memenuhi tujuan proyek.

2. Data Tidak Akurat dan Tidak Transparan: Pemerintah Desa tidak dapat menyajikan data rinci penerima manfaat, menunjukkan kesenjangan data yang menguatkan dugaan buruknya perencanaan dan pengawasan. Pemerintah desa mengalihkan konfirmasi ke Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Bengkayang.

Baca Juga :  Prabowo Subianto Terkejut Melihat Tomy Winata di Acara Groundbreaking Ekosistem Industri Baterai Listrik

3. Kinerja Fisik Dipertanyakan: Temuan di lapangan mengindikasikan potensi ketidaksesuaian pekerjaan dengan spesifikasi teknis yang dianggarkan, menimbulkan tanda tanya atas kualitas pelaksanaan.

STATEMENT TOKOH MASYARAKAT:

Tokoh masyarakat Desa Godang Damar,Bapak Tapa, menyatakan kekecewaan mendalam: “Program senilai miliaran rupiah ini hasilnya tidak kami rasakan secara merata. Ini menggunakan uang negara, harusnya akuntabel dan transparan. Kami meminta keadilan dan pemerataan, bukan janji.” Pernyataan ini merepresentasikan kekecewaan dan potensi konflik sosial akibat kecemburuan yang timbul.

DASAR HUKUM DAN REGULASI YANG DIDUGA TERGANGGU:

Pelaksanaan proyek ini diduga telah melanggar atau tidak memenuhi prinsip-prinsip dalam beberapa regulasi kunci,yaitu:

1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara: Terutama terkait prinsip efisiensi, efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara. Proyek yang tidak memberikan manfaat optimal diduga tidak memenuhi prinsip efektivitas dan berpotensi menimbulkan kerugian negara.

2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi: Ketidakjelasan data, distribusi tidak merata, dan dugaan pekerjaan tidak sesuai spesifikasi dapat mengindikasikan tindakan yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri/orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara (Pasal 2 & 3).

Baca Juga :  Diduga Proyek Siluman: Proyek Rambat Beton di Jelai Hulu, Ketapang Tanpa Papan Informasi dan Tidak Sesuai Spesifikasi

3. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah: Diduga terjadi pelanggaran dalam tahap pelaksanaan, penyerahan hasil, dan pengawasan, termasuk kemungkinan ketidaktepatan kualitas, kuantitas, waktu, dan lokasi penyerahan keluaran.

4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik: Kegagalan menyediakan akses air bersih bagi seluruh warga target merupakan bentuk pelayanan publik yang buruk dan tidak adil.

DAMPAK KEPADA MASYARAKAT:

1. Hak Dasar Tergadai: Warga kehilangan hak konstitusional atas air bersih sebagai kebutuhan dasar, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 UUD 1945.
2. Potensi Konflik Sosial: Ketidakmerataan distribusi manfaat berpotensi menimbulkan kecemburuan dan perpecahan sosial di tengah masyarakat.
3. Erosi Kepercayaan Publik: Kegagalan proyek ini menggerus kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah dan program-program pembangunan yang menggunakan uang rakyat.

PERTANYAAN KRITIS UNTUK PEMERINTAH KABUPATEN BENGKAYANG:

1. Kepada BUPATI BENGKAYANG & DINAS PUPR: Dimana posisi dan tanggung jawab Pemkab dalam pengawasan proyek APBN ini? Mengapa hingga kontrak berakhir, permasalahan fundamental seperti distribusi tidak merata masih terjadi?
2. Kepada INSPEKTORAT KABUPATEN: Apakah telah dilakukan audit atau pengawasan terhadap proyek ini? Jika sudah, apa hasilnya? Jika belum, mengapa?
3. Kepada KEPOLISIAN RESOR & KEJAKSAAN NEGERI BENGKAYANG: Sudahkah melakukan langkah-langkah penyelidikan awal (lidik) terkait indikasi penyimpangan dan potensi kerugian negara dalam proyek ini?

Baca Juga :  Kemelut Pengelolaan Mangrove di Desa Sebubus: Antara Fakta dan Provokasi

TUNTUTAN DAN IMPLIKASI:

Berdasarkan temuan dan regulasi,kami mendorong:

1. Pemerintah Kabupaten Bengkayang untuk segera membentuk TIM PEMERIKSA INDEPENDEN melibatkan Inspektorat, BPKP Perwakilan Kalbar, dan unsur masyarakat untuk mengaudit proyek ini secara komprehensif.
2. Aparat Penegak Hukum (Polri & Kejaksaan) untuk segera menginisiasi penyidikan atas dugaan tindak pidana korupsi dan kerugian negara.
3. Penerapan Sanksi Administratif: Blacklist terhadap penyedia jasa, denda keterlambatan, dan tuntutan ganti rugi harus dilaksanakan sesuai Perpres PBJ.
4. Perbaikan Segera: Pemkab wajib mengambil alih dan menuntaskan proyek hingga manfaat air bersih dirasakan secara merata oleh seluruh warga di tiga desa tersebut, sesuai dengan tujuan awal proyek.

Kami, masyarakat dan publik, akan terus mengawasi dan mendesak pertanggungjawaban atas kegagalan proyek yang sangat merugikan hak-hak dasar warga dan keuangan negara ini. Diamnya pemerintah adalah bentuk pembiaran yang tidak dapat diterima.

Pos terkait