Sintang, Realita.online — Kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di kawasan Mengkurai, Kecamatan Sintang, Kalimantan Barat, kembali mencuat ke permukaan. Warga sekitar mengaku resah atas aktivitas tambang ilegal yang dinilai merusak lingkungan dan mengancam keselamatan masyarakat.
Sejumlah alat berat terlihat beroperasi di lokasi yang diduga menjadi pusat aktivitas PETI tersebut. Aktivitas ini tidak hanya menyebabkan kerusakan hutan, tetapi juga mencemari sungai yang menjadi sumber air bagi warga sekitar.
“Kami khawatir air sungai jadi tercemar, dan lahan pertanian rusak,” ungkap seorang warga yang enggan disebut namanya.
Pemerintah daerah dan aparat penegak hukum diminta segera turun tangan untuk menghentikan aktivitas ini sebelum dampaknya semakin meluas.
Dasar Hukum tentang PETI (Penambangan Tanpa Izin)
1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020
Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
Pasal Penting:
Pasal 158
“Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin (IUP, IUPK, IPR, atau SIPB) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.”
Pasal 161
“Barang siapa yang menampung, memanfaatkan, mengolah, atau memperdagangkan hasil tambang dari kegiatan tanpa izin juga dapat dipidana.”
2. KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)
Kegiatan PETI juga bisa dijerat dengan pasal-pasal perusakan lingkungan hidup, masuk tanpa izin ke tanah negara, serta penggunaan bahan berbahaya.
3. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pasal 98 s/d 114 mengatur sanksi pidana terhadap pelaku perusakan lingkungan, termasuk akibat dari aktivitas tambang ilegal.
Poin Penting:
PETI ilegal karena tidak memiliki izin resmi dari pemerintah.
Aktivitasnya merusak lingkungan, merugikan negara, dan membahayakan masyarakat.
Penegakan hukum terhadap PETI merupakan tanggung jawab pemerintah pusat, daerah, dan aparat penegak hukum.