Investasi Geothermal Masih Seret, Geo Dipa Desak Pemerintah Naikkan IRR dan Selesaikan Hambatan Regulasi

Keterangan Foto: Pakar Hukum Geothermal Dan Sebagai Ketua Perkumpulan Pakar Hukum Nusantara (PERPAHUNA) Dr. I Made Subagio, SH,MH,
banner 468x60

Jakarta, Realita.OnLine – Rabu (9 Juli 2025), Sektor energi bersih panas bumi (geothermal) kembali disorot menyusul keluhan pelaku industri atas lambatnya perbaikan iklim investasi. Direktur Utama PT Geo Dipa Energi, Yudistian Yunis, mengungkapkan bahwa meskipun pemerintah telah menjanjikan kemudahan regulasi, realitanya masih banyak hambatan di lapangan, mulai dari birokrasi lingkungan hingga rendahnya imbal hasil investasi.
“Pemerintah sudah mulai memberi ruang, tapi belum menyentuh akar masalah. Dokumen AMDAL dan izin di kawasan hutan menjadi tantangan besar dalam tahap eksplorasi,” ujar Yudistian dalam dialog eksklusif program Squawk Box.

Investasi panas bumi bukan perkara murah. Rata-rata biaya pembangunan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) mencapai US$ 4 juta–6 juta per megawatt (MW). Untuk kapasitas 55 MW, misalnya, total kebutuhan modal bisa menembus US$ 300 juta–330 juta atau sekitar Rp 5–6 triliun. Biaya besar ini membuat investor sangat sensitif terhadap margin keuntungan.

Baca Juga :  Air Sungai Keruh dan Berlumpur di Sambas: Dugaan Aktivitas PETI Cemari Lingkungan, Warga Resah

Struktur Biaya Proyek Geothermal (Estimasi Rata-rata per MW) :
– Eksplorasi & Studi Geologi: US$ 0,5 juta
– Pengeboran Sumur Produksi & Injeksi: US$ 1,5 juta
– Pembangunan Fasilitas Permukaan & PLTP: US$ 1,2 juta
– Pipa Transmisi & Infrastruktur: US$ 0,5 juta
– Biaya Lingkungan & Perizinan: US$ 0,2 juta
– Cadangan & Biaya Tak Terduga: US$ 0,3–0,5 juta
Total: US$ 4–6 juta per MW

Sayangnya, saat ini Internal Rate of Return (IRR) dari proyek geothermal masih berkisar di angka 7%–8%, yang dinilai terlalu rendah untuk menarik minat swasta. Geo Dipa mendesak agar IRR proyek bisa ditingkatkan ke minimal 11%, agar dapat bersaing dengan proyek-proyek energi lainnya seperti PLTS atau PLTA.

Guna meningkatkan daya tarik investasi, Geo Dipa mulai mengembangkan pendekatan total resource utilization, yakni dengan memanfaatkan seluruh potensi sumber daya panas bumi — termasuk uap, panas, dan kandungan mineral — sebagai nilai tambah ekonomis di luar listrik.

Baca Juga :  Praktik Pungli PETI Sintang Terungkap, Oknum Polisi Z Diduga Bermain di Balik Penambangan Ilegal

Dialog ini mengemuka dalam program Squawk Box bersama jurnalis senior Andi Silalahi, menghadirkan tiga tokoh utama sektor energi nasional :
– Eniya Listiani Dewi, Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM
– Yurizki Rio, Direktur Keuangan PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO)
– Yudistian Yunis, Direktur Utama PT Geo Dipa Energi (Persero)

Ketiganya membahas tantangan struktural dalam pengembangan geothermal nasional serta peta jalan agar proyek panas bumi benar-benar menjadi andalan transisi energi hijau yang ramah lingkungan sekaligus menguntungkan secara ekonomi.

Sebagai Solusi dari Pakar Hukum Goethermal dari Universitas Borobudur Dr. I Made Subagio, SH,MH, yang juga sebagai Ketua Umum Perkumpulan Pakar Hukum Nusantara (PERPAHUNA), Mendorong Pemerintah dan BUMN sektor Energi untuk mengembangkan skema investasi berbasis kolaborasi multipihak yang melibatkan masyarakat adat, lembaga adat, serta institusi akademik hukum dan lingkungan.

Baca Juga :  Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution Sesalkan Pejabatnya Terjaring OTT KPK

“Bisa dibuat model investasi geothermal berbasis community-based participation, di mana masyarakat adat turut menjadi pemegang manfaat langsung, baik melalui dividen sosial, hibah program lingkungan, maupun mekanisme kompensasi yang adil,” ucapnya.

Hukum Harus Menjadi Penjaga Investasi Hijau

Dr. I Made Subagio, S.H., M.H., menegaskan bahwa hukum bukanlah penghambat investasi, melainkan penjaga moral dan etik pembangunan, terutama di sektor-sektor strategis seperti panas bumi.

“Kita tidak menolak investasi, tapi investasi harus berpijak pada konstitusi, menghormati ruang hidup masyarakat, dan menjamin keberlanjutan lingkungan. Kalau tidak, geothermal hanya akan menjadi hijau di atas kertas, tapi meninggalkan luka di tanahnya,” pungkasnya.

Sumber Wawancara Lansung :
Dr. I Made Subagio, SH,MH dengan Dicky, Kaperwil Jawa Barat Realita.Online

Pos terkait