Pontianak, Kalbar
Dalam balutan adat yang agung dan suasana yang sarat makna, Keraton Pakunegara Tayan kembali menorehkan sejarah penting dalam lembar kebudayaan Kalimantan Barat. Di hadapan para tamu kehormatan, tokoh adat, pejabat pemerintahan, dan masyarakat yang memadati Balairung Agung Keraton, digelar prosesi sakral penganugerahan gelar kehormatan Dato Sri Yudha Pakunegara kepada Sugioto, sosok yang dikenal luas sebagai penggerak sosial, jembatan budaya, dan pejuang harmoni di Bumi Khatulistiwa.
Keraton Pakunegara Tayan Nobatkan Sugioto sebagai Dato Sri Yudha Pakunegara, Tanda Kehormatan, Simbol Kebangkitan Adat dan Persatuan Bangsa
30 Oktober 2025
Upacara adat yang megah itu dibuka dengan tabuhan rebana dan denting gong kebesaran yang menggema di seluruh halaman keraton, pertanda dimulainya babak baru dalam perjalanan kebangsaan berbasis adat dan budaya. Tabur beras kunyit, siraman air bunga tujuh rupa, dan pengalungan selendang adat menandai penyatuan tekad antara kekuatan budaya leluhur dengan semangat kebangsaan masa kini.
Makna Adat yang Menyatu dengan Jiwa Bangsa
Dalam titahnya, Sultan Keraton Pakunegara Tayan menegaskan bahwa penganugerahan gelar ini bukan sekadar penghormatan simbolik atau upacara seremonial belaka, melainkan sebuah manifestasi kepercayaan adat terhadap pribadi yang dianggap mampu menjaga keseimbangan antara nilai-nilai budaya, kemanusiaan, dan semangat nasionalisme.
“Bapak Sugioto kami nilai sebagai sosok yang berani menegakkan nilai persaudaraan lintas etnis, menjunjung tinggi adat, dan berdiri tegak di tengah arus perpecahan bangsa. Gelar ini adalah amanah, bukan sekadar kebanggaan,” sabda Sultan dengan nada tegas dan penuh wibawa.
Sultan juga menyinggung pentingnya peran tokoh-tokoh masyarakat dalam menjaga harmoni di tengah tantangan globalisasi. Menurutnya, adat dan budaya lokal bukan penghalang kemajuan, melainkan benteng moral bangsa di tengah derasnya arus materialisme dan individualisme yang kian menajam.
Sugioto: Dari Penggerak Sosial Menjadi Simbol Kebangkitan Adat
Momen haru menyelimuti ruang balairung ketika nama Sugioto diserukan secara adat oleh juru sabda keraton. Dengan langkah mantap dan kepala tertunduk rendah, ia menerima gelar kehormatan Dato Sri Yudha Pakunegara, gelar yang sarat dengan makna perjuangan, keberanian, dan pengabdian kepada tanah dan budaya.
Dalam sambutannya, Sugioto menyampaikan rasa terima kasih dan tanggung jawab besar yang menyertai gelar tersebut.
“Gelar ini bukan milik saya pribadi, tapi milik rakyat dan budaya Kalimantan Barat yang harus dijaga bersama. Saya hanya perantara untuk menyalakan kembali semangat adat sebagai perekat bangsa,” ujar Sugioto dengan nada lirih namun penuh makna.
Ia menegaskan komitmennya untuk terus berjuang menjaga nilai-nilai adat dan kebangsaan melalui tindakan nyata di masyarakat. Baginya, adat bukan sekadar warisan masa lalu, tetapi pondasi moral yang harus diwariskan kepada generasi penerus bangsa.
Kebangkitan Adat dan Rekonsiliasi Budaya Kalimantan Barat
Penganugerahan gelar Dato Sri Yudha Pakunegara kepada Sugioto diyakini sebagai sinyal kebangkitan adat dan rekonsiliasi budaya di Kalimantan Barat. Wilayah yang selama ini menjadi mozaik etnis, agama, dan tradisi yang luar biasa kaya.
Momentum ini menjadi seruan moral bagi semua pihak, bahwa persatuan tidak lahir dari keseragaman, melainkan dari penghormatan terhadap perbedaan yang dijaga dengan nilai-nilai leluhur.
Dalam konteks sosial yang lebih luas, peran Keraton Pakunegara Tayan kini melampaui batas simbolik kerajaan. Ia menjadi pusat kebudayaan yang aktif menanamkan nilai-nilai toleransi, kebersamaan, dan ketahanan sosial. Di tengah pusaran modernitas dan politik yang sering memecah belah, keraton tampil sebagai penyeimbang yang mengingatkan masyarakat akan akar budaya yang tak boleh tercerabut.
Prosesi Penutup yang Penuh Makna
Acara penganugerahan ditutup dengan doa adat dan jamuan kehormatan khas keraton, simbol penghormatan bagi tamu dan tanda syukur kepada leluhur. Para tamu undangan menikmati suasana yang kental dengan kehangatan budaya, diiringi lantunan musik tradisional dan persembahan tarian penyambutan yang menggambarkan keharmonisan alam dan manusia.
Dalam kesyahduan malam di tepian Sungai Kapuas, cahaya obor menari di antara ukiran kayu tua Balairung Agung. Di sana, sejarah kembali menulis satu nama baru — Dato Sri Yudha Pakunegara Sugioto, yang kini menjadi bagian dari perjalanan panjang peradaban adat dan kebangsaan di Tanah Tayan.
Keraton Pakunegara Tayan, dengan segala nilai dan simbolismenya, menegaskan diri sebagai benteng budaya dan penjaga jati diri bangsa. Di saat banyak tradisi mulai luntur oleh zaman, keraton ini berdiri tegak mempersatukan leluhur, meneguhkan kembali akar bangsa, dan membuktikan bahwa adat bukan masa lalu, melainkan masa depan yang berakar kuat pada kebijaksanaan.










