Jakarta, Realita.OnLine – Senin, (7 Juli 2025), Pemerintah Indonesia tengah melakukan revisi besar-besaran terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Panas Bumi untuk Pemanfaatan Tidak Langsung. Langkah ini merupakan bagian dari strategi nasional dalam mendorong pengembangan energi baru terbarukan (EBT), khususnya dari sektor panas bumi. Namun, di tengah dorongan percepatan ini, muncul sorotan serius dari kalangan hukum.
Dr. I Made Subagio, SH, MH, pakar hukum panas bumi sekaligus Managing Partner di Gusti Dalem Pering Law Firm, menyatakan bahwa revisi tersebut harus dilandasi oleh prinsip kepastian hukum dan keadilan sosial, guna memastikan keberlanjutan serta perlindungan hak semua pemangku kepentingan.
“Revisi ini memang momentum penting bagi sektor energi nasional, namun jangan hanya mengejar investasi. Tanpa kejelasan dan kepastian hukum, proyek panas bumi berisiko menimbulkan konflik, terutama dengan masyarakat adat dan dalam status lahan,” ujarnya dalam keterangan pers, Minggu (6/7/2025).
Menurut Dr. Subagio, berbagai proyek panas bumi di lapangan sering kali menghadapi hambatan bukan karena faktor teknis, tetapi karena kerumitan hukum, termasuk tumpang tindih perizinan antara pemerintah pusat dan daerah, serta ketidakjelasan status wilayah kerja panas bumi (WKP).
“Hukum yang lemah membuka celah gugatan dan merusak kepercayaan investor. Regulasi harus berpijak pada prinsip tata kelola yang adil, transparan, dan berkelanjutan,” tegasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya payung hukum yang jelas bagi pemanfaatan langsung panas bumi, seperti kegiatan agrowisata atau pengambilan mineral ikutan, yang saat ini masih berada di zona abu-abu regulasi.
“Tanpa dasar hukum yang tegas, pemanfaatan langsung berisiko menimbulkan konflik kewenangan dan pelanggaran izin, terutama di wilayah yang bersinggungan dengan tanah ulayat dan kawasan konservasi,” tambahnya.
Dr. Subagio mengapresiasi pendekatan pembangunan panas bumi berkelanjutan yang digaungkan pemerintah, namun menegaskan bahwa pembangunan tidak bisa hanya dilihat dari aspek teknis, tetapi juga harus diiringi oleh reformasi sistem hukum yang inklusif dan berpihak pada masyarakat.
“Hukum panas bumi harus melindungi hak masyarakat terdampak, memperkuat pengawasan terhadap pelaku usaha, dan menjamin transparansi perizinan. Ini adalah pilar dari pembangunan yang adil dan berkelanjutan,” ujarnya.
Sebagai Ketua Umum Pakar Hukum Nusantara, Dr. Subagio juga mendorong keterlibatan aktif para ahli lintas disiplin, termasuk akademisi dan praktisi hukum, dalam proses revisi regulasi ini.
“Jika kita ingin menuju kemandirian energi sesuai Asta Cita Presiden, maka pondasinya harus kuat secara hukum. Hanya dengan kepastian hukum, iklim investasi bisa tumbuh secara sehat,” tutupnya.
Revisi PP Panas Bumi diproyeksikan akan menjadi pendorong pertumbuhan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP), yang selama satu dekade terakhir telah menyumbang PNBP hingga Rp18,2 triliun. Namun demikian, suara dari para ahli hukum menjadi pengingat penting agar kebijakan energi hijau tidak mengorbankan aspek keadilan dan integritas hukum.
Tentang Gusti Dalem Pering Law Firm
Gusti Dalem Pering Law Firm adalah firma hukum yang berbasis di Jakarta dengan spesialisasi dalam hukum energi, lingkungan, dan tata kelola sumber daya alam. Firma ini dipimpin oleh Dr. I Made Subagio, SH, MH, pakar hukum panas bumi terkemuka di Indonesia.